MENGAJAR DAN BELAJAR
DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM
A.
Konsep Dasar Mengajar
1. Mengajar
Sebagai Proses Menyampaikan Materi Pembelajaran
Kata “teach” atau mengajar berasal dari bahasa ingris kuno yaitu taecan kata ini berasal dari jerman kuno
(old teutenic) taikjan yang berasal
dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan. kata tersebut ditemukan dalam
bahasa sansekerta dic. Yang dalam bahasa jerman kuno dikenal dengan deik. Istilah mengajar (teach) juga berhubungan dengan token yang berarti tanda atau simbol.
Kata token juga berasal dari kata jerman kuno teiknom, yaitu pengetahuan dari taikjan.
Dalam
bahasa ingris kuno taecan berarti to teach (mengajar) .
bahasa ingris kuno taecan berarti to teach (mengajar) .
To
teach (mengajar) dilihat dari asal
usul katanya berarti memperlihatkan sesuatu kepada seseorang melalui tanda atau
simbol; penggunaan tanda atau simbol itu dimaksudkan untuk membangkitkan atau
menumbuhkan respon mengenai kejadian, seseorang, observasi, penemuan, dan lain
sebagainya. Sejak tahun 1500-an, definisi mengajar (teaching) mengalami
perkembangan secara terus menerus.
Secara deskriptif mengajar diartikan
sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa.
Untuk proses mengajar, bagian proses menyampaikan pengetahuan akan lebih tepat
jika diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukakan
Smith (1987) bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting knowledge or skill)
.
Sebaai proses menyampaikan atau
menanamkan ilmu pengetahuan, maka mengajar memiliki beberapa karakteristik
sebagai berikut :
a. Proses pengajaran beorientasi pada guru (teacher center)
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memang peran yang sangat penting.
Oleh karna itu pentingnya peran guru, maka biasanya prosess pengajaran akan berlangsung
manakala ada guru, dan tidak mungkin ada proses pembelajaran tanpa guru.
Sehubungan dengan proses pembelajaran yang berpusat pada guru, maka minimal ada
tiga peran utama yang harus dilakukan guru, yaitu guru sebagai perencana,
sebagai penyampai informasi, dan guru sebagai evaluator.
b. Siswa sebagai objek pelajar
Konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran,
menempatkan siswa sebagai objek yang harus menguasai materi pelajaran. Peran
siswa adalah sebagai penerima informasi yang diterima oleh guru. Sebagai objek
belajar, kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai dengan minat dan
bakatnya, bahkan untuk belajar sesuai dengan gayanya sangat terbatas. Sebab
dalam proses pembelajaran segalanya diatur dan ditentukan oleh guru .
c. Kegiatan pengajaran
terjadi pada tempat dan waktu tertentu
Proses pengajaran
belangsung pada tempat tertentu misalnya terjadi di dalam kelas dengan
penjadwalan yang ketat, sehingga siswa hanya belajar manakala ada kelas yang
telah didesain sedemikian rupa sebagai tempat belajar. Cara mempelajarinya pun
seperti bagian-bagian yang terpisah, seakan-akan tidak ada kaitannya antara
materi pelajaran yang satu dengan yang lain .
d. Tujuan utama pengajaran adalah
penguasaan materi pelajaran
Keberhasilan
suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi
pelajaran yang disampaikan guru. Oleh karena kriteria keberhasilan ditentukan
oleh penguasaan materi pelajaran, maka alat evaluasi yang digunakan biasanya
adalah tes hasil belajar tertulis (paper
and pencil test) yang dilaksanakan secara periodik .
2. Mengajar Sebagai Proses Mengatur Lingkungan
Pandangan
mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan itu, dianggap sudah
tidak sesuai lagi dengan keadaan. Mengapa demikian? Minimal ada empat alasan
penting. Alasan inilah yang kemudian menuntut perlu terjadinya perubahan
paradigma mengajar dari mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran
kepada mengajar sebagai proses mengatur lingkungan.
Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, akan
tetapi mereka adalah organisme yang sedang berkembang.
Kedua, ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan
kecendrungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai cabang keilmuan.
Ketiga, perkembangan teknologi khususnya informasi
teknologi informasi, memungkinkan setiap orang bisa mendapatkan ilmu
pengetahuan dimana dan kapan saja.
Keempat, penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang
psikologi, mengakibatkan pemahaman baru
terhadap konsep perubahan tingkah laku manusia.
Keempat hal diatas,
menuntut perubahan makna dalam mengjar. Mengajar jangan diartikan sebagai
proses menyammpaikan materi pembelajaran, atau memberikan stimulus
sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses
mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang
dimilikinya.
Pengaturan lingkungan
adalah proses menciptakan iklim yang baik seperti penataan lingkunan,
penyediaan alat dan sumber pembelajaran, dan hal-hal lain yang memungkinkan
siswa siswa betah dan merasa senan belajar sehingga mereka dapat berkmbang
secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya.
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”, yang
banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Oleh karena itu
menurut Gagne, mengajar atau “teaching” merupakan bagian dari pembelajaran
(intruction), dimana peran guru lebih ditekankan kepada bagaiman merancang atau
mengarasemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan untuk
dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu.
Dalam istilah
“pembelajaran” yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil teknologi
yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai
subjek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar siswa
dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara individual mempelajar bahan
pelajaran.
Terdapat beberapa
karakteristikdari konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan itu .
a. Mengajar Berpusat pada Siswa (student centered)
Mengajar
tidak ditentukan oleh selera guru, akan tetapi sangat ditentukan oleh siswa itu
sendiri. Dengan demikian, peran guru berubah dari peran sebagai sumber belajar
menjadi peran sebagai fasilitator, artinya guru lebih banyak sebagai orang yang
membantu siswa untuk belajar. Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa.
Oleh sebab itu kriteria keberhasilan proses mengajar tidak diukur dari sejauh
mana siswa telah menguasai materi pelajaran akan tetapi diukur dari sejauh mana
siswa telah melakukan proses belajar.
b. Siswa sebagai Subjek Belajar
Dalam konsep mengajar
sebagai proses mengatur lingkungan,siswa tidak dianggap sebagai organisme yang
pasif yang hanya sebagai penerima informasi, akan tetapi dipandang sebagai
organisme yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang. Mereka adalah
individu yan memilikikemampuan dan potensi.
c. Proses Pembelajaran Berlangsung di Mana Saja
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran
yan berorientasi kepada siswa, maka proses pembelajaran bisa
terjadi dimana saja. Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa.
d. Pembelajaran Berorientasi pada Pencapaian Tujuan
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan
materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai
dengan tujuan yang akan tercapai
B. Mengajar dan Pembelajaran
Dalam konteks implementasi Kurikulum Tingakat
Satuan Pendidikan mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan materi
pembelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan
supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan
sebagai pembelajaran. Pembelajaran
perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
diharapkan.
Dalam implementasinya, walaupun
istilah yang digunakan “pembelajaran”, tidak berarti guru harus menghilangkan
perannya sebagai pengajar, sebab secara konseptual pada dasarnya dalam istilah
mengajar itu juga bermakna membelajarkan siswa. Mengajar-belajar adalah dua
istilah yang memiliki satu makna yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam konteks
pembelajaran, sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak
dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Perbedaan dominasi dan aktivitasi
di atas, hanya menunjukan kepada perbadaan tugas-tugas atau perlakuan guru dan
siswa terhadap materi dan proses pembelajaran.
Bruce Weil, (1980),
mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran seperti ini. Pertama,
proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk
atau mengubah struktur kognitif siswa. Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe
pengetahuan yang harus dipelajari. Ada tiga tipe pengetahuan yang masing-masing
memerlukan situasi yang berbeda dalam mempelajarinya. Pengetahuan tersebut
adalah pengetahuan fisis, sosial, dan logika. Ketiga, dalam proses
pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial. Melalui pergaulan dan
hubungan sosial, anak akan belajar lebih efektif dibandingkan dengan belajar
yang menjauhkan dari hubungan sosial. Oleh karena itu melalui hubungan sosial
itulah anak berinteraksi dan berkomunikasi, berbagai pengalaman dan lain
sebagainya, yang memungkinkan meraka berkembang secara wajar.
Makna pembelajaran ditunjukan oleh beberapa ciri sebagai berikut:
1. Pembelajaran adalah Proses Berpikir
Belajar berpikir
menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi
antara individu dengan lingkungan. Asumsi yang mendasari pembelajaran berpikir
adalah bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi dibentuk oleh
individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya.
Dalam proses pembelajaran
La Costa (1985), mengklasifikasikan
mengajar berpikir menjadi tiga, yaitu teaching of thinking, teaching for thinking, and teaching about
thinking .
Teaching
of thinking, adalah
proses pembelajaran yang diarahkan untuk pembentukan keterampilan mental
tertentu, seperti misalnya keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan
lain sebagainya.
Teaching for thinking, adalah proses pembelajaran yang diarahkan
pada usaha menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong terhadap
perkembangan kognitif.
Teaching about thinking, adalah
pembelajaran yang diarahkan pada upaya untuk membantu agar siswa lebih sadar
terhadap proses berpikirnya.
2. Proses Pembelajaran adalah Memanfaatkan
Potensi Otak
Pembelajara berpikir adalah pemanfaatan
dan penggunaan otak secara maksimal. Menurut beberapa ahli, otak manusia
terdiri dari dua bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri. Masing-masing belahan
otak memiliki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu.
Proses berpikir otak kiri
bersifat logis, skuensial, linier, dan rasional. Sisi ini sangat terartur.
Walupun berdasarkan realitas, ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan
simbolis. Cara berpikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal,
menulis membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta , fonetik,
serta simbolis. (De Porter, 1992)
Cara kerja otak kanan
bersifat abstrak, tidak teratur, intuitif dan holistis. Cara berpikirnya sesuai
dengan cara-cara untuk mengetahui yang besifat nonverbal, seperti perasaan dan
emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan (merasakan kehadiran suatu
benda atau orang), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni,
kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.
Pendapat lain tentang otak
kanan adalah teori Otak Triune. Triune berarti “three in one” (Dave Meier, 2002: 83). Menurut teori otak Triune,
otak menusia terdiri dari 3 bagian, yaitu otak reptil, sistem limbik, dan
neokorteks. Ketiga bagian otak itu tergambar di bawah ini.
Otak reptil adalah otak
paling sederhana. Tugas utama otak ini adalah mempertahankan diri.
Sistem limbik adalah otak
tengah yang memainkan peranan besar dalam hubungan manusia dan dalam emosi.
Neokorteks adalah otak
yang paling tinggi tingkatannya. Otak ini memiliki fungsi tingkat tinggi. Otak
ini yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lain ciptaan Tuhan.
Proses pendidikan mestinya
mengembangkan setiap bagian otak. Pembelajaran mestinya mengembangkan
kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan fungsi neokorteks, melalui
pengembangan berbahasa, memecahkan masalah, dan membangun kreasi.
3. Pembelajaran Berlangsung Sepanjang
Hayat
Belajar adalah proses yang
terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding
kelas. Dikatakan manusia yang sukses dan berhasil manakala ia dapat menembus
rintangan itu; dan dikatakan manusia gagal manakala ia tidak dapat melewati
rintangan yang dihadapinya. Melalui kemampuan bagaimana cara belajar, siswa
akan dapat belajar memecahkan setiap rintangan yang dihadapi sampai akhir
hayatnya.
Prinsip belajar sepanjang
hayat seperti yang telah dikemukakan diatas, sejalan dengan empat pilar
pendidikan universal seperti yang dirumuskan Unesco (1996), yaitu (1) learning to know, yang berarti juga
learning to learn; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning to
live together.
C. Prinsip Mengajar
1. Berorientasi pada tujuan
Segala aktivitas guru dan
siswa, mestilah diupayakan mencapai tujuan yang telah ditentukan.
2. Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta
atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
3. Individualitas
Walaupun kita mengajar pada sekelompok
siswa, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku
setiap siswa.
4. Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha
mengembangkan selurtuh pribadi siswa. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan
kognitif saja akan tetapi juga meliputi perkembangan aspek afektif dan aspek
psikomotor.
5. Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna, bahwa
mengajr bukan hanya sekadar menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa; akan
tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat
merangsang siswa untuk belajar.
6. Inspiratif
Biasrkan siswa berbuat dan berpikir sesuai
dengan inspirasinya sendiri , sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat
subjektiff, yang bisa dimaknai oleh setiap subjek belajar.
7. Menyenangkan
Proses pembelajaran adalah proses yang
dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin
dapat berkembang manakala siswa terbatas dari rasa takut, dan menegangkan. Oleh
karena itu, perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang
menyenangkan (enjoy full learning).
8. Menantang
Proses pembelajaran adalah proses yang
menantang siswa untuk megembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja
otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara
mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan mencoba-coba, berpikir
secara intuitif atau bereksplorasi.
9. Motivasi
Dalam rangka membangkitkan
motivasi, guru harus dapat menunjukan pentingnya pengalaman dan materi belajar
bagi kehidupan siswa, dengan demikian siswa akan belajar bukan hanya sekadar
untuk memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong oleh keinginan untuk
memenuhi kebutuhannya.
D. Makna Belajar
1. Belajar sebagai Proses
Perubahan Tingkah Laku
Sering orang menggap bahwa
belajar itu sama dengan menghafal. Belajar sama dengan menghafal? Adakah konsep
lain yang lebih bermakna dari sekadar menghafal? Bukankahn tujuan belajar itu
agar seseorang menjadi lebih baik dan lebih pintar? Apakah dengan hanya sekadar
menghafal seseorang akan menjamin lebih baik dan lebih pintar?tentu tidak,
bukan ? Seseorang yang mampu menghafal sejumlah materi pelajaran belum tentu
menjamin seorang tersebut menjadi lebih baik dan pintar.
Bagi Hilgard, belajar itu
adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik di dalam
laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Belajar bukanlah proses mental
yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan
perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan
lingkungan yang disadari.
Proses belajar pada
hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapaat dilihat. Artinya, proses
perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang belajar tidak dapat kita
saksikan.
Dari uraian sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya adalah suatu preses
aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga
menghasilkan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek
pengetahuan, sikap, maupun psikomotor.
Apakah setiap perubahan
tingkah laku itu hasil belajar? Tentu tidak. Sekali lagi, tidak setiap
perubahan tingkah laku hasil belajar.. perubahan tingkah laku yang bagaimana
yang bukan hasil belajar itu? Anda dapat menganalisis penjelasan dibawah ini.
- Perubahan perilaku karena pengaruh obat bukan hasil
belajar.
- Perubahan perilaku karena kematangan.
- Perubahn perilaku karena suatu
penyakit.
- Perubahan perilaku karena pertumbuhan
jasmani.
2. Bentuk dan Hasil
Perbuatan Belajar
Menurut Gagne sebagai
suatu proses ada delapan tipe perbuatan belajar yang sederhana sampai perbuatan
yang kompleks.
- Belajar signal
- Belajar mereaksi perangsang melalui
penguatan
- Belajar membetuk rangkaian
- Belajar asosiasi verbal
- Belajar membedakan hal yang majemuk
- Belajar konsep
- Belajar kaidah atau prinsip
- Belajar memecahkan masalah
Belajar yang berkenaan
dengan hasil, (dalam peengertian banyak hubungannya dengan tujuan pengajaran),
Gagne mengemukakan ada lima jenis atau lima tipe, hasil belajar yakni:
- Belajaran kemahiran intelektual
(kognitif)
- Belajar informasi verbal
- Belajar mengatur kegiatan intelektual
- Belajar sikap
- Belajar ketermpilan motorik
E. Teori-teori Belajar
Belajar dianggap sebagai proses perubahan
perilaku sebagai dari akibat dari pengalaman dan latihan. Banyak teori yang
membahas tentang terjadinya perubahan tingkah laku. Namun demikian, setiap
teori itu berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia, yaitu hakikat
manusia menurut pandangan John Locke dan Haakikat manusia menurut leibnitz.
Menurut John Locke manusia
itu merupakan organisme yang pasif. Dari pandangan yang mendasar tentang
hakikat manusia itu, memunculkan aliran belajar behavioristik-elementeristik.
Berbeda dengan pandangan Locke, Leibnitz menggap bahwa manusia adalah organisme
yang aktif. Hakekat manusia menurut pandangan Leibnitz ini kemudian melahirkan
aliran belajar kognitif-holistik.
PERBEDAAN ALIRAN BEHAVORISTIK DAN KOGNITIF
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
|
TEORI BELAJAR KOGNITIF
|
· Mementingkan pengaruh lingkungan
· Mementingkan bagian-bagian
· Mengutamakan peranan reaksi
· Hasil belajar terbentuk secara mekanis
·
Dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu
·
Mementingkan
pembentukan kebiasaan
·
Memecahkan
masalah dilakukan dengan cara “trial and error”
|
· Mementingkan apa yang ada dalam diri
· Mementingkan keseluruhan
· Mengutamakan fungsi kognitif
· Terjadi keseimbangan dalam diri
· Tergantung pada kondisi saat ini
· Mementingkan terbentuknya struktur
kognitif
· Memecahkan masalah dengan didasarkan
kepada “insight”
|
Teori-teori belajar yang
termasuk ke dalam kelompok behaavioristik di antaranya:
a. Koneksionisme dengan tokohnya Thorndike.
b. Classical
conditioning, dengan
tokohnya Pavlop
c. Operant
conditioning, yang
dikembangkan oleh Skinner
d. Systematic
behavior, yang
dikembangkan oleh Hull
e. Contiguous
conditioning, yang
dikembangkan oleh Guthrie
Sedangkan teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif Wholistik di
antaranya:
a. Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka,
Kohler dan Wertheimer.
b. Teori Medan (Field Theory) denggan
tokohnya Lewin.
c. Teori Organismik yang dikembangkan oleh
wheeeleer.
d. Teori humanistik dengan tokohnya Maslow
dan Rogers.
e. Teori Konstruktivistik.
b. Teori-teori Belajar Kognitif
1. Teori Gestalt
Menurut teori Gestalt, belajar adalah
proses mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antarbagian di dalam suatu situasi
permasalahan.
2. Teori Medan
Sama seperti teori Gestalt, teori
Medan menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah.
3. Teori
Konstruktivistik
Belajar menurut teori
kontruktivistik bukanlah sekadar mennghafal akan tetapi, proses mengkontruksi
pengetahuan melalui pengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar